Saturday, March 8, 2014

Siapa Dia yang Baju Merah Itu

Senja kali ini basah. Hujan sedari pagi tak henti–hentinya menawarkan kesejukan. Ah, mungkin bukan kesejukan lagi, tapi sejuk yang menjelma menjadi dingin. Jika diamati, sudah sepuluh menit aku duduk di stasiun ini, duduk menanti keretaku membawa pulang ke rumah. Aku masih mengatur hela napasku yang belum teratur akibat dari aku berlari-lari agar hujan tak membasahiku sepenuhnya. Hujan, titik-titik air yang turun beramai-ramai itu selalu membuatku tertegun akan kedatangannya. Hujan selalu membawa jiwaku dalam damai, merebut hati yang lelah gundah gulana perlahan menjadi tenang dan hujan yang terkadang membawaku dalam lamunan. Aku melihat air yang turun itu dengan seksama, dengan pikiran yang entah melalang buana kemana, memikirkanmu, cita-cita dan ambisiku.

Namun sejenak lamunanku buyar ketika aku melihat seorang laki-laki berdiri tegak tepat diseberangku. Ia melemparkan senyumnya, namun karena aku tak mau “GR” aku tak memperdulikannya. Lelaki itu bepostur tinggi, jika diukur dengan tubuhku yang mungil ini, aku hanya dapat hingga bahunya saja atau mungkin dibawahnya. Ia berbadan tidak gemuk juga tidak kurus, rambutnya ikal, hitam, juga lebat, berkulit sawo matang. Kemeja merah dengan lengan yang digulung hingga sikut membuat ia kelihatan seperti usia 24 hingga 27. Celana jeans abu-abu menutupi kakinya hingga ujung celananya bertemu dengan sepatu pantopel yang digunakannya. Ia nampak sibuk dengan gadget yang dipegangnya, berbicara dengan orang yang diseberang disana. Aku bahkan tak hanya sekedar melihatnya, tapi aku benar-benar memperhatikan lelaki berbaju merah itu. Bagaimana cara matanya melihat kesekeliling, caranya melihat jam yang melingkar ditangannya, bagaimana bentuk hidungnya, bagaimana bentuk kupingnya, bentuk jidatnya, dan bagaimana ia menggambarkan lengkungan dibibirnya. Lengkungan yang membuat dia menjadi lebih menarik perhatianku, membuatku memperhatikannya lama-lama, hingga aku tak sadar bahwa pandanganku dihalangi oleh kereta yang datang menjemputnya. Aku sempat berharap kalau lelaki itu tak menaiki kereta yang baru saja datang dan menunggu kereta selanjutnya. Namun sayang, hingga kereta itu hilang dari pandanganku, aku tidak melihatnya lagi.

Tak berapa lama kemudian, setelah kehilangan pandangan akan lelaki itu, kereta yang datang dari arah selatan telah menjemputku datang. Aku masuk ke dalam gerbong, kemudian aku bertanya-tanya, siapa lelaki berbaju merah itu?

No comments:

Post a Comment