Senja
kali ini basah. Hujan sedari pagi tak henti–hentinya menawarkan
kesejukan. Ah, mungkin bukan kesejukan lagi, tapi sejuk yang menjelma
menjadi dingin. Jika diamati, sudah sepuluh menit aku duduk di stasiun ini, duduk menanti keretaku membawa pulang ke rumah. Aku masih mengatur hela napasku yang belum teratur
akibat dari aku berlari-lari agar hujan tak membasahiku sepenuhnya.
Hujan, titik-titik air yang turun beramai-ramai itu selalu membuatku
tertegun akan kedatangannya. Hujan selalu membawa jiwaku dalam damai,
merebut hati yang lelah gundah gulana perlahan menjadi tenang dan
hujan yang terkadang membawaku dalam lamunan. Aku melihat air yang
turun itu dengan seksama, dengan pikiran yang entah melalang buana
kemana, memikirkanmu, cita-cita dan ambisiku.
Namun
sejenak lamunanku buyar ketika aku melihat seorang laki-laki berdiri
tegak tepat diseberangku. Ia melemparkan senyumnya, namun karena aku
tak mau “GR” aku tak memperdulikannya. Lelaki itu bepostur
tinggi, jika diukur dengan tubuhku yang mungil ini, aku hanya dapat
hingga bahunya saja atau mungkin dibawahnya. Ia berbadan tidak gemuk
juga tidak kurus, rambutnya ikal, hitam, juga lebat, berkulit sawo
matang. Kemeja merah dengan lengan yang digulung hingga sikut membuat
ia kelihatan seperti usia 24 hingga 27. Celana jeans
abu-abu menutupi kakinya hingga ujung celananya bertemu dengan sepatu
pantopel yang digunakannya. Ia nampak sibuk dengan gadget
yang dipegangnya, berbicara dengan orang yang diseberang disana. Aku
bahkan tak hanya sekedar melihatnya, tapi aku benar-benar
memperhatikan lelaki berbaju merah itu. Bagaimana cara matanya
melihat kesekeliling, caranya melihat jam yang melingkar ditangannya,
bagaimana bentuk hidungnya, bagaimana bentuk kupingnya, bentuk
jidatnya, dan bagaimana ia menggambarkan lengkungan dibibirnya.
Lengkungan yang membuat dia menjadi lebih menarik perhatianku,
membuatku memperhatikannya lama-lama, hingga aku tak sadar bahwa
pandanganku dihalangi oleh kereta yang datang menjemputnya. Aku
sempat berharap kalau lelaki itu tak menaiki kereta yang baru saja
datang dan menunggu kereta selanjutnya. Namun sayang, hingga kereta
itu hilang dari pandanganku, aku tidak melihatnya lagi.
Tak
berapa lama kemudian, setelah kehilangan pandangan akan lelaki itu,
kereta yang datang dari arah selatan telah menjemputku datang. Aku
masuk ke dalam gerbong, kemudian aku bertanya-tanya, siapa lelaki
berbaju merah itu?
No comments:
Post a Comment