Saturday, March 15, 2014

Saku Celana

Jalan menuju tempat pemungutan ilmuku siang ini sangat menyebalkan, ya sama seperti sebelum-sebelumnya, macet, panas, debu. Tapi kali ini lebih menyebalkan dari hari biasanya, di ujung jalan sana kata orang-orang yang berlalu lalang di sekitarku ada kecelakaan. Oh iya, perkenalkan, aku Ina, Aku seorang mahasiswi yang sedang mengejar cinta dari dosen pembimbing. Aku menuntut ilmu dibidang ekonomi di salah satu universitas di kota yang katanya besar ini. Sebenarnya ekonomi bukanlah bidangku, aku sangat mencintai mesin tapi sayang karena kedua orang tuaku menganggap aku ini perempuan yang katanya feminim, akhirnya aku jadi mahasiswa paksa ekonom. Aku anak kelima dari lima bersaudara, kakak-kakakku semuanya pria dan tiga diantaranya adalah ahli mesin, sedang yang satu memilih kimia. Dan inilah salah satu alasannya kenapa aku begitu mencintai mesin.

Aku besar dengan sifat tomboy. Semua gaya kehidupanku bercermin dari kakak-kakakku, jadi wajar saja jikalau aku tomboy. Aku mencintai bola, mencintai pendakian termasuk menaruh barang dalam saku celana. Semua kakak-kakakku tidak terlalu suka dengan dompet, alasannya repot. Namun wanita cantik kedua setelah diriku ini, ya ibuku selalu cerewet agar kartu-kartu penting ditaruh dalam dompet supaya tidak berceceran. Dan aku mengikuti gaya mereka yang ini, aku selalu menaruh uang dalam saku celanaku berapapun dan sehalus apapun uangnya. Ibu tidak pernah jenuh untuk menasihatiku agar uang tidak sembarangan ditaruh dalam saku celana. Ibu selalu bilang, kalau nanti jatuh uangnya aku bisa kalang kabut karena aku gak punya simpanan uang di dalam tas. Tapi aku selalu melanggarnya dengan berucap aku masih punya atm yang bisa aku tarik dimanapun.

Tapi sepertinya apa yang ibu katakan setiap hari itu terjadi padaku hari ini. Kernet bus sudah mulai menagih ongkos penumpang dan benar aku panik, karena uang yang ada di saku celanaku tidak ada. Aku mencarinya ke saku bagian kanan depan, kiri depan, kanan belakang, kiri belakang dan semuanya nihil. Aku tak menemukan selembar pun di saku celanaku. Aku sudah berada di dalam bus ini selama sejam, aku cemas karena uangku tidak ada, kemudian aku bongkar semua isi tasku, kucar-cari dia di selembaran halaman bukuku karena siapa tau ada yang terselip. Aku mencarinya dua kali namun hasilnya nihil. Untuk yang ketiga kalinya kucari secara perlahan sambil berharap ada selembar uang yang kutemukan. Tak perlu lembaran peci yang ketemu, selembar sorban pun tak apa asal aku bisa bayar ongkosku. Namun nihil juga, kucari lagi di sepatu, kaus kaki, lalu ku ulang lagi dari celana, saku baju hingga akhirnya sang kernet berdiri tepat dihadapanku.

2 comments:

  1. ahaha. gimana bayarnya itu ya? jadi penasaran. harus penuh persiapan juga makanya. nasihat ibu emang terbaik :)

    ReplyDelete
  2. Coba ga, jajal kek gitu sekali - sekali, mahahaha.

    ReplyDelete