Jalan
menuju tempat pemungutan ilmuku siang ini sangat menyebalkan, ya sama
seperti sebelum-sebelumnya, macet, panas, debu. Tapi kali ini lebih
menyebalkan dari hari biasanya, di ujung jalan sana kata orang-orang
yang berlalu lalang di sekitarku ada kecelakaan. Oh iya, perkenalkan,
aku Ina, Aku seorang mahasiswi yang sedang mengejar cinta dari dosen
pembimbing. Aku menuntut ilmu dibidang ekonomi di salah satu
universitas di kota yang katanya besar ini. Sebenarnya ekonomi
bukanlah bidangku, aku sangat mencintai mesin tapi sayang karena
kedua orang tuaku menganggap aku ini perempuan yang katanya feminim,
akhirnya aku jadi mahasiswa paksa ekonom. Aku
anak kelima dari lima bersaudara, kakak-kakakku semuanya pria dan
tiga
diantaranya adalah ahli mesin, sedang yang satu memilih kimia. Dan
inilah salah satu alasannya kenapa aku begitu mencintai mesin.
Aku
besar dengan sifat tomboy. Semua gaya kehidupanku bercermin dari
kakak-kakakku, jadi wajar saja jikalau aku tomboy. Aku mencintai
bola, mencintai pendakian termasuk menaruh barang dalam saku celana.
Semua kakak-kakakku tidak terlalu suka dengan dompet, alasannya
repot. Namun wanita cantik kedua setelah diriku ini, ya ibuku selalu
cerewet agar kartu-kartu penting ditaruh dalam dompet supaya tidak
berceceran. Dan aku mengikuti gaya mereka yang ini, aku selalu
menaruh uang dalam saku celanaku berapapun dan sehalus apapun
uangnya. Ibu tidak pernah jenuh untuk menasihatiku agar uang tidak
sembarangan ditaruh dalam saku celana. Ibu selalu bilang, kalau nanti
jatuh uangnya aku bisa kalang kabut karena aku gak punya simpanan
uang di dalam tas. Tapi aku selalu melanggarnya dengan berucap aku
masih punya atm yang bisa aku tarik dimanapun.
Tapi
sepertinya apa yang ibu katakan setiap hari itu terjadi padaku hari
ini. Kernet bus sudah mulai menagih ongkos penumpang dan benar aku
panik, karena uang yang ada di saku celanaku tidak ada. Aku
mencarinya ke saku bagian kanan depan, kiri depan, kanan belakang,
kiri belakang dan semuanya nihil. Aku tak menemukan selembar pun di
saku celanaku. Aku sudah berada di dalam bus ini selama sejam, aku
cemas karena uangku tidak ada, kemudian aku bongkar semua isi tasku,
kucar-cari dia di selembaran halaman bukuku karena siapa tau ada yang
terselip. Aku mencarinya dua kali namun hasilnya nihil. Untuk yang
ketiga kalinya kucari secara perlahan sambil berharap ada selembar
uang yang kutemukan. Tak perlu lembaran peci yang ketemu, selembar
sorban pun tak apa asal aku bisa bayar ongkosku. Namun nihil juga,
kucari lagi di sepatu, kaus kaki, lalu ku ulang lagi dari celana, saku baju hingga akhirnya sang kernet berdiri tepat dihadapanku.
ahaha. gimana bayarnya itu ya? jadi penasaran. harus penuh persiapan juga makanya. nasihat ibu emang terbaik :)
ReplyDeleteCoba ga, jajal kek gitu sekali - sekali, mahahaha.
ReplyDelete