Thursday, March 29, 2018

Doaku Mengantar dari Luar, Om


"Aku bisa mengerti, tidak mudah baginya untuk mengingat. 
Tidak mudah baginya untuk memanggil masa lalu.
Mengingat adalah kerja masa kini yang mungkin melelahkannya.
Sedangkan masa lalu adalah belukar lampau yang terus hidup,
tumbuh dengan cara rumit dan sedih, di sebuah tempat yang sulit dijangkau
Mengingat dan masa lalu, adalah dua hal yang terpilin dan sama-sama debu." 

Retakan Kisah dalam Kumcer Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali, hal 97.

Salah satu cerpen yang saya suka dari sekian banyak cerpen yang pernah ia tulis. Retakan kisah ini menceritakan seoran perempuan yang hidupnya dan keluarganya disandera oleh sebuah organisasi yang orang-orang bilang organisasi itu adalah organisasi yang jahat. Om memang pandai merangkai kata, sampai-sampai saya menjadikan dia panutan saya dalam menulis. Apa yang dilihat, asal dapat dirangkai dengan kata yang baik, pasti bisa menghasilkan sebuah cerita yang baik pula. Cerpen ini pula yang akhirnya yang buat saya keluar dari rasa malu saya (ketika saya harus tampil di sebuah acara komunitas saya di daerah Pamulang); mencoba menangis seakan-akan saya yang jadi perempuan yang mengalami kejadian itu. 

Pada akhirnya, berkah sisa usia, Om Puthut Ea. Sisa umur di dunia semakin berkurang, berbuat baiklah. Impian saya, semoga saya bisa bertemu Om Tuy melalui teman Om Tuy yang bekerja di daerah Jakarta Selatan. Teman om itu pernah bilang sama saya kalau dia sahabatnya om, dan dia pernah bilang kalau ia lagi mau bertemu om, dia mau kabari saya. semoga tercapai ya :)

ini sedikit hadiah dari saya, sebuah tulisan dari beberapa judul buku yang Om tulis dan yang saya punya, sekiranya om ingin menambahkan lagi koleksi saya, saya pasti berterimakasih. Kata-kata ini sebenarnya sudah pernah saya posting di IG waktu ikut lomba #ultahputhutea berhubung syarat lomba selfie dan saya kalah, jadi saya hapus dan saya ganti di sini.

Aku mengenalmu melalui cinta yang datang tak pernah tepat waktu.
Aku membacamu dan menyukai semua usahamu dala menulis sebuah surat cinta.
Aku mulai ingin menjadi sepertimu, dan menulis kata-kata yang kupunya dalam sebuah kitab yang tak suci dan dengan sarapan pagiku yang penuh dusta. 
AKu sedikit bahagia, karena biarpun sedikit aku bisamenulis dengan gaya sepertimu dan darimu aku tau bagaimana aku harus menulis.


Aku berjalan keluar rumah, dengan maksud mencari ide baru untuk tulisan-tulisanku, sebab sudah banyak waktu yang kubuang untuk mendiami kitabku itu. 
Aku mengikuti jejak-jejak air, 
sampai diujung jalan aku menemukan seekor bebek yang mati di pinggir kali.
Di waktu senja yang sudah menua, 
aku enggan beranjak dari tempatku,
aku tak ingin pulang, sebab Deleilah tak ingin pulang dari pestanya.