Sunday, July 29, 2018

Sebuah Buku yang Mencari Celah

Yang mengendap-endap, memasuki sebuah ruang gelap. Berusaha untuk mencari celah agar ia bisa memasuki diri. Sudut demi sudut ia cari. Lantai satu tidak ia temukan, ia beranjak ke lantai dua, tak lagi ia temukan. Tinggal satu harapannya, lantai tiga. ia mencoba mencari semua sela-sela. Ia menemukannya. Ia bergembira. Ia mengambil posisi di antara Tuhan Hitler dan Sabda Zarathrusta. Ia melirik keduanya. 

"Apalah aku ini, hanya seorang sufi dari Madura. Dua manusia yang tergambar di sebelahku adalah sosok laki-laki yang memiliki kumis. Kedua mata mereka memiliki sorot yang tajam. Tidak ada senyum diantara mereka. Sebelum masuk diantara mereka berdua, aku meminta izin agar aku bisa beristirahat dengan baik diantara mereka. "

"Kau orang baru?" Tanya Hitler padaku.
"Bukan, saya sudah dibeli olehnya tiga bulan yang lalu. Hanya saja ia baru berani membawaku kerumahnya hari ini. "
"Kau harus hati-hati kalau tidak ingin ketahuan. Ibu Suri di sini sangat bawel kalau dia tahu perempuan yang membawamu kesini telah membelimu." Sahut Nietz.

Nietz dan Hitler mempersilahkan aku untuk beristirahat diantaranya.Mereka berdua banyak menceritakan teman-temannya bisa masuk ke tempat ini. Nietz yang lebih banyak cerita karena ia yang lebih dahulu datang daripada Hitler. 

"Kau datang cuma sendirian?" Tanya Nietz.

"Tidak. Aku masih punya tiga orang teman lagi di meja tempatnya bekerja. Nanti kau akan kenal dengan mereka"