Tuesday, May 19, 2015

Pintu Belakang Rumahmu


Aku sudah sejak sekian lama memperhatikanmu dari kejauhan. Keceriaanmu bermain bersama boneka-boneka yang berserakan seringkali tidak mengacuhkanku yang melihatmu dari depan rumahku. Aku tertegun melihatmu, sebab karenamu, aku jadi rindu anakku yang tiga tahun silam telah mati diambil kanker yang menggerogotinya.

Rambutmu ikal sebahu. Kulitmu putih mulus. Badanmu sekel dan berisi. Kata tetangga, kamu itu besar dan bongsor, tak pantas rasanya kamu memegang usiamu yang lima. Matamu bulat, kalau kata lagu matamu seperti mata bola pingpong.

Ingin rasanya aku berkenalan dan bercengkrama denganmu, menghabiskan sisa-sisa seharianku untuk bermain bersamamu; dengan boneka, rumah-rumahan, dan masak-masakan.

Kamu tahu? Sebab adalah rindu yang paling lara ketika melihatmu ceria namun aku tak bisa bersamamu. Kehilangan yang menyebabkanku depresi berbulan-bulan karena dia adalah anak yang telah lama aku idamkan bersama sang suami. Namun, aku tak mengerti maksud Tuhan, mengapa ia mengambil lagi anakku. Sampai suatu ketika, aku tak lagi sanggup menahan rindu untuk bermain denganmu.

***

"Pak maaf, ada yang lihat istri saya kemana? Sudah jam sembilan malam dan dia belum pulang. Saya khawatir dengannya, dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Ia selalu ijin dengan saya sebelum keluar, meski ke warung saja." Tanyaku pada warga komplek tempatku tinggal. Namun tak satupun dari warga yang ku tanyai mengetahui keberadaannya.

Aku tak bisa pulang tanpa istriku. Aku khawatir. Sudah jam dua. Aku masih mencarinya bersama bapak-bapak yang ronda.

***

"Om-om, om yang nyariin tante-tante yang hilang itu ya?? Aku pernah lihat tantenya om masuk kerumah kosong itu om." Sahut seorang anak kecil yang berambut ikal sebahu itu sambil menunjuk rumah yang sudah tua, usang dan sangatlah tidak terawat.

"Terimakasih, Nak. Lalu dia bisa masuk darimana?? Pagar pintu depan saja dikunci, manalah dia bisa masuk??" Tanyaku lagi.

"Ia masuk lewat pintu belakang rumah itu om." Sahutnya sambil lari meninggalkanku.

Aku tak mau membuang waktu lebih lama lagi. Bersama warga sekitar aku membuka pagar rumah itu. Kami mencoba memasukinya lewat pintu depan, namun sampai kamu mendobraknya pun tetap tidak bisa terbuka. Aku ingat dengan anak kecil itu, istriku memasuki rumah ini melalui pintu belakang katanya.

Aku bersama warga lari kepintu belakang rumah itu. Ilalang, bunga-bunga liar sudah memenuhi pintu ini. Aku membuka secara perlahan, dan bau darah dan aroma busuk memenuhi penciuman kami. Dan aku menemukannya dengan pisau serta boneka berambut ikal sebahu, yang kuinggat itu adalah boneka yang kubeli untuk anak perempuank tiga tahun silam. Dan rupanya ia sedang bermain masak-masakan dengan boneka itu.

Tuesday, May 12, 2015

Puthut Ea dan Perjalanan Cilandak - Kp. Rambutan


Selamat menikmati perjalanan yang mungkin panjang bagimu, perempuanku. Jadikanlah aku sebagai teman yang paling manis dalam tanganmu. Mari merapal setiap halaman yang kupunya secara perlahan. Nikmatilah dengan sebotol teh yang telah kau beli di minimarket pinggir jalan itu, jalanan yang "jegluk-jegluk", pembicaraan orang disekelilingmu, nyanyian dari suara-suara seniman jalanan dan panas yang dipancarkan matahari. Berhati-hatilah, sebab dunia semakin aneh dengan segala isinya; orang berpakaian baik belumlah tentu dia benar dalam keadaan baik, sedang orang berpenampilan lusuh belumlah tentu dia berperilaku lusuh.

Janganlah khawatir dengan kemungkinan kebosanan yang tercipta dari dirimu sendiri. Sebab ketahuilah, akulah yang paling setia menemanimu selama perjalanan.

Sabtu, 9 Mei 2015.