Friday, October 31, 2014
Jumatulis 2 - 06 - SMA - Perihal Cinta yang Diam-Diam
Adakah yang tak menginginkan sama sekali untuk tidak merasakan rasanya jatuh cinta? Atau berharap tak pernah jatuh cinta atau sekedar mengagumi pada sebuah perasaan namun perasaan itu tak pernah membuat kita menjadi nyata? Atau bahkan mungkin ada yang sedang pada keikhlasannya menjadi orang yang tidak nyata karena perasaannya yang diam-diam? Mungkin itu aku. Aku yang diam-diam mencintai seseorang sejak tujuh tahun yang lalu hingga cintanya tak membuatku menjadi nyata hingga sedetik ini.
Perihal cinta yang diam-diam. Cinta yang membuat hilangnya setengah kewarasanku. Cinta diam-diam di bangku putih abu-abu. Orang bilang masa SMA adalah masa yang menyenangkan, pun dengan aku. Namun, SMA pulalah yang pertama kali mengenalkanku pada sebuah peristiwa. Peristiwa yang tiap kali aku mendekatinya, tak karuan rasaku. Peristiwa yang tak pernah berani aku dekati, namun malah makin menjadi. Periatiwa yang semakin aku hindari semakin dia berlari menghampiri. Sebuah peristiwa yang membuatku tak berani menatap bintang yang lain meskiku tahu bintang yang lain jauh lebih terang dari yang pernah aku lihat sejak tujuh yang lalu.
Perihal cinta yang diam-diam. Cinta putih abu-abu. Cinta yang tak membuatku menjadi nyata.
Jumatulis 2 - 05 - Terasi - Kenangan si Bapak
picture source |
"Bapak gak mau makan kalo gak ada sambel terasi buatan ibumu, nduk. Bapak gak nafsu. Lagian ibumu itu dimana toh, bukannya nyiapin makanan buat bapak malah keluyuran."
Bapak mendengus pelan. Bapak berdiri dari tempat duduknya lalu pergi ke kamarnya dengan suara keras dari pintunya yang menutup. Bapak kesal. Bapak lapar. Bapak ingin sekali makan dengan sambal terasi. Bapak kecewa karena tak ia temukan sambal terasi di bawah tudung saji berwarna merah muda itu. Aku mendengus dengan pelan pun. Melangkahkan kaki untuk kembali ke dapur. Aku membuka kulkas yang tingginya sepantar denganku. Kubuka laci yang paling bawah tempat biasa ku menyimpan segala macam sayuran, aku mulai mencari beberapa buah cabai merah keriting dan beberapa buah cabe rawit merah. Aku menaruh beberapa buah cabai itu di tempat ulekan. Lalu kutambahkan satu siung bawang putih, sedikit garam dan sedikit gula juga sedikit terask. Aku mengucap bismillah, berdoa agar rasa sambalku sama persis dengan sambal buatan ibu. Setelah sambalnya halus, tak lupa kutambahkan sedikit perasan air jeruk nipis, bapak tak terlalu suka dengan asam, tapi tak mau makan bila sambalnya tak berasa perasan jeruk nipis.
Aku kembali mengetuk kamar bapak, memanggilnya untuk makan siang. Bapak harus makan karena bapak harus meminum obat. Wajahnya sumringah ketika bapak membuka pintu dan dilihatnya sambal terasi yang ada ditanganku. Bapak lalu mengambilnya dari tanganku dan bergegas ke meja makan. Dengan semangat ia mengambil secentong nasi hangat dan menaruhnya di atas piring, tak lupa dengan sepotong tempe goreng, dan beberapa ekor ikan asin bulu ayam. Sambalnya ditaruh berdampingan dengan tempe dan ikan asin bulu ayam. Tak lupa ia menyiduk sayur asem yang masih mengepul asapnya ke dalam mangkuk, mengambil beberapa potongan jagung manis dan buah melinjo. Ya, jagung manis dan melinjo, hanya itu yang bapak suka dari sekian beragamnya sayur yang masuk ke dalam panci sayur asemku.
Perlahan ia menyeruput sayur asemnya, "Alhamdulillah" terdengar dari mulutnya. Kemudian ia mulai menyomot tempe dan ikan asin yang dicocol dengan sambel terasi yang kubuat. "Ini bukan sambal ibumu ya nduk? Kok beda? Ibumu mana? Ibumu gak masak? Ini ndak enak sambelnya, bapak gak mau makan". Lalu bapak kembali meninggalkan meja makan dengan suara pintu yang ditutup dengan keras.
Aku tersenyum melihat tingkah bapak. Begitulah bapak jika rindu pada ibu sedang cantik-cantiknya. Semua hal yang berhubungan dengannya saat itu, harus mirip dengan ibu, jika tak sesuai dia akan berlaku seperti itu; ngambek lalu memgurung diri di kamar.
Aku melihat ibu dalam sosok figura tua pada dinding. Aku heran dengan bapak , sepuluh tahun ditinggal ibu tapi ia masih berlaku seperti itu. Ah ibu, aku memang tak akan bisa menggantikan posisimu di hati bapak bahkan dalam perihal sepele pun, sambel terasi.
Friday, October 17, 2014
Jumatulis Season 2 - Bel - Isabel
Jumatulis Season 2 - Bel - Isabel
Terserah maumu apa, Elang, tapi aku, aku akan tetap bertahan pada perasaan yang tak pernah membuatku merasa nyata. Aku akan tetap. .
Tak ada yang menyangka, kalau akhirnya Isabel harus mengakhiri hidupnya secara sia-sia. Ia ditemukan tewas gantung diri di dalam kamarnya. Nina yang menemukan Isabel sudah tak bernyawa. Ia sudah tak masuk kantor sejak dua hari silam. Sebelum berniat mengunjungi Isabel di rumahnya, Nina merasa khawatir, sejak dua minggu setelah Elang memutuskan menikah dengan Lalita, hidup Isabel menjadi tak karuan. Ia tak mau makan, mengurung diri, kerja tak pernah fokus hingga ia harus menerima SP 1 dari atasannya.
"Bel, lo itu harusnya kuat. Lelaki gak cuma Elang. Masih banyak yang mau sama elo. Elo jangan begini terus sih, bangkit Bel, bangkit." Nina mencoba menenangkan Isabel sambil memegang pundaknua.
"Nin, lo gak ngerti perasaan gue kayak gimana hancurnya. Apa yang elo rasain ketika lo tau setelah lo berhubungan lama dengan orang yang lo sayang tapi nyatanya dia cuma pura-pura? Kok yo tega."
Itulah percakapan terakhir Nina sebelum akhirnya ia menemukan Isabel tewas gantung diri di kontrakannya. Nina tak habis pikir, sependek itukah pikiran orang yang selama.ini ia anggap pintar, ia anggap dewasa, yang dengan segala sifatnya ia bisa menjadi pendengar dan penasihat baik bagi teman-temannya, namun nyatanya ia tak mampu memerangi emosinya sendiri. ~~
Terserah maumu apa, Elang, tapi aku, aku akan tetap bertahan pada perasaan yang tak pernah membuatku merasa nyata. Aku akan tetap. .
Tak ada yang menyangka, kalau akhirnya Isabel harus mengakhiri hidupnya secara sia-sia. Ia ditemukan tewas gantung diri di dalam kamarnya. Nina yang menemukan Isabel sudah tak bernyawa. Ia sudah tak masuk kantor sejak dua hari silam. Sebelum berniat mengunjungi Isabel di rumahnya, Nina merasa khawatir, sejak dua minggu setelah Elang memutuskan menikah dengan Lalita, hidup Isabel menjadi tak karuan. Ia tak mau makan, mengurung diri, kerja tak pernah fokus hingga ia harus menerima SP 1 dari atasannya.
"Bel, lo itu harusnya kuat. Lelaki gak cuma Elang. Masih banyak yang mau sama elo. Elo jangan begini terus sih, bangkit Bel, bangkit." Nina mencoba menenangkan Isabel sambil memegang pundaknua.
"Nin, lo gak ngerti perasaan gue kayak gimana hancurnya. Apa yang elo rasain ketika lo tau setelah lo berhubungan lama dengan orang yang lo sayang tapi nyatanya dia cuma pura-pura? Kok yo tega."
Itulah percakapan terakhir Nina sebelum akhirnya ia menemukan Isabel tewas gantung diri di kontrakannya. Nina tak habis pikir, sependek itukah pikiran orang yang selama.ini ia anggap pintar, ia anggap dewasa, yang dengan segala sifatnya ia bisa menjadi pendengar dan penasihat baik bagi teman-temannya, namun nyatanya ia tak mampu memerangi emosinya sendiri. ~~
Monday, October 13, 2014
Ardi
Hujan terus mengguyur kota hujan sedari pagi. Deras, angin yang berhembus kencang dan petir yang menggemakan telinga mewarnai hujan di hari Minggu. Siang ini seharusnya aku berada di masjid untuk menghadiri syuro acara kampus yang beberapa hari lagi akan segera dimulai. Aku mengabari ketua syuro jikalau hari ini aku tak bisa hadir karena hujannya yang tak memungkinkan aku untuk keluar dari kosan. Beberapa menit kemudian, ketua syuro mengabarkan kalau syuro ditunda hingga sore. Tetapi jika sampai sore hujan masih belum mau pulang ke rumahnya, maka syuro akan dibatalkan dan diganti pada hari Senin pukul enam pagi.
Pukul empat sore. Hujan sudah reda walau masih meninggalkan jejaknya. Tak berapa lama kemudian handphoneku berbunyi, tanda jika ada sms masuk. Aku membukannya dan ternyata dari ketua syuro yang mengabarkan syuro akan dimulai pada pukul lima. Aku bergegas.
Syuro berjalan seperti biasanya. Saling melaporkan setiap bagian, bertukar pendapat, musyawarah hingga akhirnya sampailah pada hasil yang telah disepakati bersama. Sebentar lagi waktu shalat isya masuk. Syuro ditutup dengan pembacaan doa hamdalah, penutup majelis dan diakhiri dengan doa rabithah.
Aku lalu bergegas ke pelataran masjid mengingat jalan yang dilewati kosanku lumayan gelap. Bukannya takut dengan sesuatu yang gaib, tapi aku takut dengan setan yang jadi-jadian, sebab beberapa waktu yang lalu ada seorang mahasiswi yang tewas diperkosa. Sesampainya di pelataran masjid, aku menemui Ardi yang menggigil. Ia duduk di tangga pelataran sambil menunggui sendal kami. Ardi merupakan salah satu anak dari beberapa anak yang suka menunggui dan merapihkan sendal mahasiswa yang shalat di masjid kampus ini, karena darisanalah mereka akan mendapatkan uang jajan. Biasanya para mahasiswa akan memberikan seribu rupiah.
Sejak awal bertemu Ardi, kupikir Ardi seperti anak penunggu sendal masjid lainnya, namun nyatanya tidak. Ardi tidak menjadikan menunggu sendal ini sebagai tambahan uang saku, tapi ia jadikan sebagai perkerjaan yang bisa menghidupi keluarganya. Ardi biasanya menunggu sendal bersama adiknya. Namun di malam ini, saat ia sendiri dan dalam keadaan yang mengigigil, aku tahu dia berbeda.
Friday, October 10, 2014
Jumatulis Season 2 - 03 - Pesona - Nusantara
Picture Source |
Selamat Pagi. Selamat datang
di Pesawat Ibu Pertiwi, pesawat asli buatan Nusantara. Silahkan duduk dengan
duduk yang nyaman. Mohon untuk pergunakan tali pengaman yang ada disamping
tempat duduk adik-adik untuk menjaga keselamatan. Ini adalah perjalanan pertama
kita, karena butuh waktu berhari-hari untuk kita mengelilingi Nusantara. Sudah
siapkah adik-adik semua untuk mengelilingi dan melihat pesona Nusantara dihari
pertama? Mari kita mulai.
Ibu kotanya adalah Jakarta.
Nusantara ini adalah negara yang berada di garis khatulistiwa dan berada
diantara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Berbatasan
darat langsung dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, Papua Nugini di Pulau
Irian, dan dengan Timor Leste di Pulau Timor.
Nusantara yang sudah diakui
kemerdekaannya sejak tanggal 17 Agustus 1945 ini memiliki 34 provinsi dan lima
diantaranya memiliki daerah khusus, diantaranya Aceh, Jakarta, Yogyakarta,
Papua dan Papua Barat. 34 provinsi tersebut tersebar di tujuh pulau besar di
Indonesia diantaranya : 10 di Pulau Sumatera, 6 di Pulau Jawa, 5 di Pulau
Kalimantan, 6 di Pulau Sulawesi, 3 di Kepulauan Nusantara, 2 di Kepulauan
Maluku dan 2 lainnya di Pulau Papua.
Bagi adik-adik sekalian, mari kita cari tahu 34 provinsinya, kita
akan memulai perjalanan dari wilayah barat Nusantara, Pulau Sumatera. Sumatera
memiliki sepuluh provinsi yang tersebar di daratannya, diantaranya adala: Aceh
dari paling ujung Pulau Sumatera dengan ibu kota Banda Aceh, Sumatera Utara
dengan ibu kota Medan, Sumatera Barat dengan ibu kota Padang, Riau dengan ibu
kota Pekanbaru, Kepulauan Riau dengan Tanjung Pinang, Jambi dengan Jambi,
Sumatera Selatan dengan Palembang, Kepulauan Bangka Belitung dengan Pangkal
Pinang, Bengkulu dengan Bengkulu dan Lampung dengan Lampung.
Lalu berikutnya kita ke Pulau Jawa. Jawa memiliki enam provinsi,
diantaranya: Ibu Kota Jakarta, Banten dengan Serang, Jawa Barat dengan Bandung,
Jawa Tengah dengan Semarang, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Yogyakarta, dan
Jawa Timur dengan Surabaya.
Di Kepulauan Nusa Tenggara ada Bali dengan Denpasar, Nusa Tenggara
Barat dengan Mataram dan Nusa Tenggara Timur dengan Kupang. Di Kalimantan ada
Kalimantan Barat dengan Pontianak, Kalimantan Tengan dengan Palangkaraya,
Kalimantan Selatan dengan Banjarmasin, Kalimantan Timur dengan Samarinda dan
Kalimantan Utara dengan Tanjung Selor.
Di Sulawesi ada Sulawesi Utara dengan Manado, Gorontalo dengan
Gorontalo, Sulawesi Tengah dengan Palu, Sulawesi Barat dengan Mamuju, Sulawesi
Selatan dengan Makassar, Sulawesi Tenggara dengan Kendari. Di Kepulauan Maluku
ada Maluku dengan Ambon dan Maluku Utara dengan Sofifi. Dan yang terakhir di
Papua, ada Papua dengan Jayapura dan Papua Barat dengan Manokwari.
Picture Source |
Nah, adik-adik mari kita lanjut lagi perjalanan kita. Kali ini
kami akan mengajak adik-adik untuk mengenal kebudayaan Nusantara. Ready? Ayok
mulai.
Nah, berbicara soal budaya Nusantara, rasanya tak akan cukup
sehari jika kita membicarakannya karena budaya yang dimiliki Nusantara sangat
banyak dan beragam. Kami akan memeberitahu kepada adik-adik tentang budaya
Nusantara secara bertahap. Kita mulai dari rumah adat. Rumah adat yang ada di
Nusantara sangat banyak. Kiranya dari adik-adik sekalian ada yang tahukah rumah
adat Nusantara?
1.
Aceh
Aceh memiliki dua rumah adat, yaitu Rumah Adat Rumoh Aceh dan
Rumoh Krong Bade. Rumoh Aceh dan Rumoh Krong Bade bertipe panggung dengan 3
bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama terdiri dari seuamoe keue
atau serambi depan, seuramoe teungoh atau serambi tengah dan seuramoe likot
atau serambi belakang dan satu tambahannya yaitu rumoh dapur. Inilah gambar dari rumah adat Aceh.
Picture Source |
Nah, untuk perjalanan hari ini mari kita cukupkan sampai disini
dahulu. Karena kita akan bisa menjelajahinya di hari berikutnya. Terimakasih
sudah mau mengunjungi pesawat kami dan juga negara kami, Nusantara.
***
“Yah bu, kok udah selesai
sih, kita kan masih nikmatin perjalanannya.”
“Maaf ya sayang, bel ganti pelajaran sudah berbunyi, ibu harus pindah kelas, minggu depan
akan kita lanjutkan lagi perjalanan kita. Ibu harus sudah mengakhiri pelajaran
sejarah kita hari ini. Sekarang sudah waktunya kalian belajar matematika dengan
Bu Enigma.”
“Ya, bu tambahin lagi deh jam
pelajarannya. Kita masih asik nih buat belajar sejarah.”
“Loh, kalo ditambahin dikelas
kalian, kelas ibu yang lain yang ngajar siapa? Pokoknya minggu depan akan kita
lanjutkan lagi perjalanan kita. Sekarang kalian belajar matematika dulu.”
Lalita, dengan usianya yang masih sangat muda mampu
membuat siswanya betah berlama-lama belajar dengannya. Lalita, seorang guru
yang dengan pesonanya mampu membuat siswanya terus memiliki semangat belajar
meski berada di desa sekalipun. Lalita, seorang guru muda yang dengan ide
kreatifnya dalam mendidik siswanya mampu membuat anak-anak semakin cinta dengan
pendidikan.
Monday, October 6, 2014
Dua Buah Mata yang Sama
Kita
Kamu dan aku pernah memuji pada dua buah mata yang sama
Mata yang saat kita tatap rupanya memiliki kesejukan yang luar biasa
Mata yang kemudian menciptakan sebuah lukisan yang tak pernah habis untuk kita kagumi keindahnnya
Mata yang kerap kali kita beradu tatap seakan mematikan aliran darah kita
Kita
Kamu dan aku pernah memuji pada dua buah mata yang sama
Yang darinya lahir sesuatu yang bisa saja kita bilang mengganggu kehidupan kita
Yang darinya kamu menghadirkan tulisan puitis dibalik kertas catatanku
Yang darinya aku seperti menjelma wanita yang gila karena sering menampakkan senyum
Kita sama-sama memujinya dalam diam
Kita sama-sama tak pernah tau apakah dia sama dengan kita
Dan
Kita sama-sama tak pernah berani untuk mengumbarnya
Kita
Kamu dan aku pernah memuji pada dua buah mata yang sama
Namun keadaan sekarang berbeda
Kamu sudah nemiliki dua buah mata yang lain
Sedang dia
Dia telah menemui gadis yang dia tetapkan mata itu untuk dituju
Sedang aku
Aku masih bertahan pada dua buah mata yang pernah kita cicipi keindahannya
Sunday, October 5, 2014
Absennya Tuhan
"Apa yang kau rindukan di idul adha hari ini?" Tanyanya selepas ku menyuguhkan secangkir kopi.
"Aku rindu Tuhan memberikanku mimpi mengelilingi rumah-Nya. Tuhanku sudah tiga kali berturut-turut absen memberikan mimpi itu, padahal sebelumnya tiga kali berturut pula aku mendapatkan mimpi itu. Nyata, walau aku sadar itu sekedar mimpi. Nikmat, walau aku tau itu cuma rasa inginku yang terlalu besar. Sedih, karena Tuhan mengambil mimpi itu."
"Sekarang ku tanya, apa kau tahu kenapa Tuhanmu absen tiga kali dari mimpimu?"
"Belum. Mungkin Dia bosan karena permintaanku yang selalu sama setiap ku ingin tidur di malam Idul Adha".
"Bosan, katamu?. Kau bosan dalam berdoa?" Ia menyeruput kopi yang kusuguhkan. Sekali seruput. Dua kali seruput. Aku berharap dia berhenti menanyaiku soal ini dan membahas persoalan yang lain.
"Apa yang sudah kau lakukan terhadap Tuhanmu? Apa kau sudah mendedikasikan Tuhanmu dalam hidupmu? Apa kau sudah menafsirkan apa-apa saja yang bisa membuat Tuhan tak lagi memberikanmu mimpi itu? Jika kau tau Tuhanmu tak lagi memberikan mimpi itu, kenapa kau malah berhenti meminta? Atau memang kau tak ingin lagi diberikan mimpi itu?"
Ia terus saja berkomat-kamit menanyaiku perihal mengapa Tuhan tak lagi memberikan mimpi itu. Aku mulai jenuh. Lalu tambah jenuh, dan kekesalanku pada pria yang baru kukenal lepas shalat ied tadi tak mampu ku bendung lagi ketika ia masih saja menanyaiku perihal ini dan itu. Lalu pada puncaknya aku ingin meninggalkan dia sendiri dan pergi ke dapur lalu aku bisa mengisi kekosongan perut.
"Kau ingin pergi dariku? Kau ingin menghindar dariku karena pertanyaan-pertanyaanku? Kalau denganku saja kau bosan, bagaimana kalau Tuhanmu yang bertanya seperti ini? Kau tahu mengapa Tuhanmu tak lagi memberikan mimpi itu? Satu. Tuhanmu pergi karena secara perlahan kau juga pergi meninggalkan-Nya. Kau sekarang terlalu sibuk dengan duniamu. Kau tahu, Tuhan rindu dengan semua ibadahmu dulu. Dua. Kau tak pernah ikhlas dalam berdoa. Aku yakin kau mengerti maksudku yang ini. Jika kau tidak tahu, tanyalah hatimu, karena dia perilaku utamanya. Tiga. Karena yang kau inginkan cuma sekedar mimpi. Kau tak pernah punya keinginan untuk pergi ke mengunjungi-Nya secara nyata hanya karena segala alasan kemisikinanmu."
"Tuhanpun akan merasa bosan karena kau tak pernah menaikkan level keinginanmu, padahal Tuhan punya segala cara untuk mengajakmu berkunjung kerumah-Nya. Kembalilah, tafsirkanlah segalanya yang memungkinkan Tuhan kan mengembalikan mimpimu. Naikkanlah level mimpimu. Jangan hanya karena kemarjinalanmu, kau juga marjinal dalam keyakinan bahwa Tuhanmu akan membuat mimpimu itu nyata."
Aku terbangun dari mimpiku. Tubuhku penuh dengan peluh. Air mataku jatuh. Aku tahu Tuhanku telah mengembalikan lagi mimpiku. Namun kali ini dengan cara yang tak sama.
Subuhpun berkumandang. Takbir setelahnya berkumandang, setelah semalam suntuk ia menjadi penenang dalam tidurku. Dan aku sadar, aku sudah terlalu jauh meninggalkan Tuhanku. Aku ingin kembali dan ingin semua mimpi tiga kali berturut itu menjadi nyata dikemudian hari.
Friday, October 3, 2014
Jumatulis Season 2 - 02 - Hasrat - Suami Dua Hari
"Aku mencintaimu,
Lalita. Sampai kapanpun tak akan kubiarkan lelaki lain menyentuhmu, takkan kubiarkan seorang pun menyakiti wanita yang kucintai. Kalau perlu kutaruhkan nyawaku untuk mencintaimu."
Lelaki itu telah sah menjadi suamiku. Baru dua hari, ya baru dua hari yang lalu dia mengucapkan ijab qabulnya di depan wali nikahku.
Menikah dengannya adalah anugerah yang sudah sepatutnya aku syukuri. Aku sudah terlalu lama menanti pernikahanku ini, hingga aku bosan sendiri dan memaksanya untuk segera menikahiku. Bukannya aku tergila-gila dengan dia, sungguh bukan. Aku hanya terlalu takut ia memalingkan wajahnya ke perempuan lain. Aku terlalu cinta mati dengan dia, setelah sebelumnya
aku terlalu mencintai seorang lelaki yang sangat kuinginkan untuk jadi pemimpin
rumah tanggaku. Namun nyatanya, ia pergi meninggalkan aku. Selamanya ~~
Selepas menghilangkan penat resepsi pernikahanku, suami dua hariku mengajakku untuk menikmati pernikahan kami
ke sebuah pantai. Dengan segala uang yang dia punya, dia mampu mengajakku honeymoon ke salah satu pantai di bagian timur Indonesia.
~~~~
Kala itu, waktu Indonesia Bagian Timur telah menunjukkan pukul sembilan
malam. Lepas kami makan malam, ia mengajakku untuk tidur-berhubungan layaknya
suami istri- lebih awal. Aku menurutinya. Aku tak mau mengecewakan lelaki yang
aku cintai ini walau sebenernya aku masih merasa engap karena terlalu banyak makan.
Lelaki itu mulai menyentuh rambutku. Membelainya sampai ke
ujung rambut. Ia mulai mencium keningku lalu merangkak ke bibirku. Ia membuka
kancing bajuku secara perlahan, lalu tanpa sadar aku sudah tak mengenakan
pakainku dan berada di atas tempat tidur. Aku melayaninya hingga ia puas.
~~~~
Dini hari datang. Aku mulai membenahi diri yang kala itu sudah bersimbah darah. Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi, mencuci tanganku, mengusap mukaku, lalu secara perlahan kusiram air ke seluruh tubuhku yang penuh darah. Selepasnya, aku membuang pisau dan obat tidur yang telah kupakai untuk membunuh suami dua hariku.
***
Kamu memang mencintaiku, suami dua hari. Pun dengan aku. Aku sangat mencintaimu,
tapi aku jauh lebih cinta lagi jika kau
mati dengan cintaku. Aku sudah memenuhi keinginanmu, mempertaruhkan nyawamu demi cintamu padaku. Aku juga telah mempertaruhkan nyawaku untuk mencintaimu, suami dua hari. Dan aku puas karena hasratku untuk mencintaimu sampai mati sudah sampai pada ujungnya. Aku telah membayar lunas atas semua yang telah kamu lakukan pada Pilar. Lelaki yang kamupun tahu bahwa aku sangat-sangat mencintainya. Lelaki yang sangat aku ingin jadikan pendamping hidupku, tapi kamu telah membunuhnya demi cinta matimu terhadapku. Kamu menang, aku menang. Kita sama-sama lunas. Kita sama-sama dalam keadaan seri, satu-satu.
Subscribe to:
Posts (Atom)