Monday, October 13, 2014

Ardi


Hujan terus mengguyur kota hujan sedari pagi. Deras, angin yang berhembus kencang dan petir yang menggemakan telinga mewarnai hujan di hari Minggu. Siang ini seharusnya aku berada di masjid untuk menghadiri syuro  acara kampus yang beberapa hari lagi akan segera dimulai. Aku mengabari ketua syuro  jikalau hari ini aku tak bisa hadir karena hujannya yang tak memungkinkan aku untuk keluar dari kosan. Beberapa menit kemudian, ketua syuro mengabarkan kalau syuro ditunda hingga sore. Tetapi jika sampai sore hujan masih belum mau pulang ke rumahnya, maka syuro akan dibatalkan dan diganti pada hari Senin pukul enam pagi.

Pukul empat sore. Hujan sudah reda walau masih meninggalkan jejaknya. Tak berapa lama kemudian handphoneku berbunyi, tanda jika ada sms masuk. Aku membukannya dan ternyata dari ketua syuro yang mengabarkan syuro  akan dimulai pada pukul lima. Aku bergegas.

Syuro  berjalan seperti biasanya. Saling melaporkan setiap bagian, bertukar pendapat, musyawarah hingga akhirnya sampailah pada hasil yang telah disepakati bersama. Sebentar lagi waktu shalat isya masuk. Syuro  ditutup dengan pembacaan doa hamdalah, penutup majelis dan diakhiri dengan doa rabithah.

Aku lalu bergegas ke pelataran masjid mengingat jalan yang dilewati kosanku lumayan gelap. Bukannya takut dengan sesuatu yang gaib, tapi aku takut dengan setan yang jadi-jadian, sebab beberapa waktu yang lalu ada seorang mahasiswi yang tewas diperkosa. Sesampainya di pelataran masjid, aku menemui Ardi yang menggigil. Ia duduk di tangga pelataran sambil menunggui sendal kami. Ardi merupakan salah satu anak dari beberapa anak yang suka menunggui dan merapihkan sendal mahasiswa yang shalat di masjid kampus ini, karena darisanalah mereka akan mendapatkan uang jajan. Biasanya para mahasiswa akan memberikan seribu rupiah.

Sejak awal bertemu Ardi, kupikir Ardi seperti anak penunggu sendal masjid lainnya, namun nyatanya tidak. Ardi tidak menjadikan menunggu sendal ini sebagai tambahan uang saku, tapi ia jadikan sebagai perkerjaan yang bisa menghidupi keluarganya. Ardi biasanya menunggu sendal bersama adiknya. Namun di malam ini,  saat ia sendiri dan dalam keadaan yang mengigigil, aku tahu dia berbeda.

No comments:

Post a Comment