Friday, October 31, 2014

Jumatulis 2 - 05 - Terasi - Kenangan si Bapak

picture source


"Bapak gak mau makan kalo gak ada sambel terasi buatan ibumu, nduk. Bapak gak nafsu. Lagian ibumu itu dimana toh, bukannya nyiapin makanan buat bapak malah keluyuran." 

Bapak mendengus pelan. Bapak berdiri dari tempat duduknya lalu pergi ke kamarnya dengan suara keras dari pintunya yang menutup. Bapak kesal. Bapak lapar. Bapak ingin sekali makan dengan sambal terasi. Bapak kecewa karena tak ia temukan sambal terasi di bawah tudung saji berwarna merah muda itu. Aku mendengus dengan pelan pun. Melangkahkan kaki untuk kembali ke dapur. Aku membuka kulkas yang tingginya sepantar denganku. Kubuka laci yang paling bawah tempat biasa ku menyimpan segala macam sayuran, aku mulai mencari beberapa buah cabai merah keriting dan beberapa buah cabe rawit merah. Aku menaruh beberapa buah cabai itu di tempat ulekan. Lalu kutambahkan satu siung bawang putih, sedikit garam dan sedikit gula juga sedikit terask. Aku mengucap bismillah, berdoa agar rasa sambalku sama persis dengan sambal buatan ibu. Setelah sambalnya halus, tak lupa kutambahkan sedikit perasan air jeruk nipis, bapak tak terlalu suka dengan asam, tapi tak mau makan bila sambalnya tak berasa perasan jeruk nipis.

Aku kembali mengetuk kamar bapak, memanggilnya untuk makan siang. Bapak harus makan karena bapak harus meminum obat. Wajahnya sumringah ketika bapak membuka pintu dan dilihatnya sambal terasi yang ada ditanganku. Bapak lalu mengambilnya dari tanganku dan bergegas ke meja makan. Dengan semangat ia mengambil secentong nasi hangat dan menaruhnya di atas piring, tak lupa dengan sepotong tempe goreng, dan beberapa ekor ikan asin bulu ayam. Sambalnya ditaruh berdampingan dengan tempe dan ikan asin bulu ayam. Tak lupa ia menyiduk sayur asem yang masih mengepul asapnya ke dalam mangkuk, mengambil beberapa potongan jagung manis dan buah melinjo. Ya, jagung manis dan melinjo, hanya itu yang bapak suka dari sekian beragamnya sayur yang masuk ke dalam panci sayur asemku.

Perlahan ia menyeruput sayur asemnya, "Alhamdulillah" terdengar dari mulutnya. Kemudian ia mulai menyomot  tempe dan ikan asin yang dicocol dengan sambel terasi yang kubuat. "Ini bukan sambal ibumu ya nduk? Kok beda? Ibumu mana? Ibumu gak masak?  Ini ndak enak sambelnya, bapak gak mau makan".  Lalu bapak kembali meninggalkan meja makan dengan suara pintu yang ditutup dengan keras.

Aku tersenyum melihat tingkah bapak. Begitulah bapak jika rindu pada ibu sedang cantik-cantiknya. Semua hal yang berhubungan dengannya saat itu, harus mirip dengan ibu, jika tak sesuai dia akan berlaku seperti itu; ngambek lalu memgurung diri di kamar.

Aku melihat ibu dalam sosok figura tua pada dinding. Aku heran dengan bapak , sepuluh tahun ditinggal ibu tapi ia masih berlaku seperti itu. Ah ibu, aku memang tak akan bisa menggantikan posisimu di hati bapak bahkan dalam perihal sepele pun, sambel terasi.

No comments:

Post a Comment