Monday, October 1, 2018

Merajut Harkat by Putu Oka Sukanta



Judul             : Merajut Harkat
Penulis           : Putu Oka Sukanta
Penerbit        : PT. Elex Media Komputindo
5 bintang dari 5

“Ia memancing anak tikus dengan ikan asin. Benar-benar gila. Ia telentang di lantai kakus, telapak tangannya diisi ikan asin. Nah begitu anak tikus itu menggigit ikan asin, ia menggemgam tangannya, bayi tikus itu dimasukkan ke mulut lalu dimakannya.”

“Si Markus makan kulit pisang yang sudah terendam air kencing semalaman, dan dua hari kemudian, ia mati.”

-Sebuah Pengantar-

Buku ini menceritakan Mawa, seorang tahanan politik tahun ’65 yang ditangkap setahun setelah peristiwa itu terjadi. Buku ini diterbitkan tahun 2010. Saya beli dengan harga 30 (percayalah, bahagia itu sesedarhana ini, wkwkwkw) dan saya beli di April 2014, tapi baru saya baca sekarang dengan cara yang baik ehehehe .

Buku ini terdiri dari lima bagian dan di tiap bagiannya itu terdiri dari beberapa bagian cerita lagi. Buku ini saya kasih lima bintang dari lima bintang, kenapa? Mari saya ceritakan.

Buku ini diawali dengan pembukaan-pembukaan dari beberapa pembaca. Dari awal pembukaannya saja sudah menarik. Yang terpikirkan waktu baca buku ini adalah “baik-baik, nanti diciduk’ wkwkwkw. Dari tag line di cover bukunya saja kita sudah pasti tahu bahwa buku ini menceritakan tentang betapa tersiksanya menjadi seorang tahanan “disiksa, dibunuh, dibiarkan kelaparan, tanpa obat, tanpa perhatian, tanpa harga diri. . . “

Dan benar saja, Om Putu ini, menurut saya benar-benar pandai mendeskripsikan cerita dari awal sampai akhir. Benar-benar detail. Ketika kalian membacanya, kalian juga akan merasakan apa yang tahanan itu rasakan; gimana ia dibiarkan makan sehari sekali, minum sekali, dipukul, dipaksa mengaku, difitnah, dan segala apapun “penguasa” lakukan, bisa jadi kalian ikut menangis.

Di tiap bagiannya menceritakan gimana awal mula si Mawa ini ditangkap, kemudian dipenjara sampai ia bebas. Dimulai dari diintai, dicurigai, ditangkap lalu kemudian dipaksa mengaku dengan ibu jari diinjak dengan kaki meja (saya yang keinjek keponakan aja nyerinya setengah mati TT gimana kaki meja, duh Gusti), dan kisah Mawa yang dipindahkan dari satu penjara ke penjara yang lain, dari blok satu ke blok lain serta cerita di dalamnya. Dan Om Putu ini benar-benar membawa saya menjadi ikut nyeri (Saya gak tau waktu itu orang-orang di kereta atau di stasiun itu melihat saya gimana, karena pas baca penyiksaannya saya ikut bongkok-bongkok wkwkw). Selain kalian yang baca disguhkan rasa nyeri, kalian juga akan disuguhkan oleh “kisah cinta” Nio terhadap Mawa yang sangat setia, yang tidak pernah pergi apapun kondisi Mawa, yang justru membangkitkan semnagat Mawa untuk tetap hidup walau dalam tekanan. Kalian juga akan merasakan gimana rasanya dikhianati (tapi ini rasanya beda ya dikhianati sama anuan, ehehehe). Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Mawa ini. Kita harus bisa bangkit saat terjatuh, jangan ngikutin arus seakan-akan kita mati begini. Mawa idtengah siksaannya ia masih mau banyak belajar (bahasa, kerajinan dan lainnya), tidak memikirkan diri sendiri walau kekurangan (ini digambarkan ketika Mawa mendaptkan kiriman dari Nio, Mawa selalu membagikan ke teman yang lain disaat yang lain menjaga makanannya karena takut kelaparan), dan tetap berbuat baik terhadap orang yang sudah mengkhianati (Mawa tetap baik ketika Handi mecoba memfitnah dia da kawan-kawannya akan mengadakan sebuah organisasi dan pesta).

Ceritanya maju, jadi gak bikin pembaca bingung, gak bolak balik halaman untuk menyambungkan cerita (ini menyebalkan sih, masa disuruh mengingat masa lalu lagi). Kalaupun ada cerita tentang masa lalu, itu diceritakan di awal bagian dan dijelaskan pemisahnya. Jadi kita, tahu oh ini ceritanya si ini, penggalannya sampai sini, oh ini bagiannya ini, oh jadi si ini dulunya begitu. Ya pokoknya gak bikin pembaca pusing. Oh iya, tapi ada sebagian cerita dari kisah penjara yang membuat kita tertawa. Jadi gak sepenuhnya cerita ini tentang penyiksaan, ya walaupun 80%nya iya ehehe.

BUT, ENDINGNYA NGESELIN ALLAHU RABBI. Pas sudah sampai akhir, kalian akan cuma berkata “udah? Gini doang? Akhirnya begini”. Gak nyangka bukunya sudah sampai halaman akhir sedih akutuh

Buku ini membuka isi mata sejarah saya dari sisi yang beda. Sebuah sisi yang tak pernah diungkapkan juga dalam buku sejarah sekolah. Buku ini membuat saya sempat berpikir “kenapa yang ditanamkan kebencian kepada saya selama puluhan tahun adalah “mereka”, kenapa tak sama-sama. Saya tidak mendukung, tidak juga membenarkan, dan juga membenci “mereka” atas apa yang “mereka “lakukan waktu itu. Mereka yang menyiska para tahanan juga jahat, sama-sama gak punya hati, karena yang mereka tangkap tidak semua terlibat, tidak semua tahu, dan yang hanya ikut-ikutan, tapi ikut merasakan siksa, makanan tahanan diambil duluan, istri-istri diperkosa. Apa tidak berarti sama juga? Dan yang menjadi saya berpikir saat ini, kenapa saya harus ditanamkan kebencian hanya dengan satu sisi saja?. Kenapa sejarah itu hanya untuk pemenang (yak arena ditulis oleh pemenang wkwkw. WOY NUR AINI, INI FIKTIF, JANGAN MIKIR MACAM-MACAM, BAPER AMAT AMA CERITA DOANG, :(. )

----------------------

“Nio, banyak hal yang bisa mempertautkan dua hati. Tidak hanya kecantikan atau kekayaan. Ada yang lebih dari itu”. “Apa  itu, mas?”. “Engkau semakin dekat padaku, justru saat aku sudah mulai kehilangan sebagian besar dari apa yang pernah kumilik. . . aku merasa aman bersamamu (Ecieeeee, kalian juga kepengen kan diginiin,wkwkwk).” – Hal 58-59.

“Jadi, bukan hanya ideologi yang membuat orang-orang berkelahi, kopi dan rokokpun di kalangan seideologi sering menyudutkan percekcokkan.” – Hal 93.

“Para tahanan saling berpandangan. Mawa merasa ngeri, walaupunotaknya berusaha menangkan perasaan. Kriminal itukan manusia, pikirnya. Mereka menjadi criminal bukan karena kemauannya. Mereka kelaparan, kecewa, dendam, kemiskinan atau salah tangkap.” –Hal 149.



No comments:

Post a Comment