Penulis : Putu Oka Sukanta
Penerbit :
PT. Elex Media Komputindo
5 bintang dari 5
“Ia memancing anak tikus dengan ikan asin. Benar-benar gila. Ia telentang
di lantai kakus, telapak tangannya diisi ikan asin. Nah begitu anak tikus itu
menggigit ikan asin, ia menggemgam tangannya, bayi tikus itu dimasukkan ke
mulut lalu dimakannya.”
“Si Markus makan kulit pisang yang sudah terendam air kencing semalaman,
dan dua hari kemudian, ia mati.”
-Sebuah
Pengantar-
Buku ini
menceritakan Mawa, seorang tahanan politik tahun ’65 yang ditangkap setahun
setelah peristiwa itu terjadi. Buku ini diterbitkan tahun 2010. Saya beli
dengan harga 30 (percayalah, bahagia itu sesedarhana ini, wkwkwkw) dan saya
beli di April 2014, tapi baru saya baca sekarang dengan cara yang baik ehehehe .
Buku ini
terdiri dari lima bagian dan di tiap bagiannya itu terdiri dari beberapa bagian
cerita lagi. Buku ini saya kasih lima bintang dari lima bintang, kenapa? Mari saya
ceritakan.
Buku ini
diawali dengan pembukaan-pembukaan dari beberapa pembaca. Dari awal
pembukaannya saja sudah menarik. Yang terpikirkan waktu baca buku ini adalah “baik-baik,
nanti diciduk’ wkwkwkw. Dari tag line di
cover bukunya saja kita sudah pasti
tahu bahwa buku ini menceritakan tentang betapa tersiksanya menjadi seorang
tahanan “disiksa, dibunuh, dibiarkan kelaparan, tanpa obat, tanpa perhatian,
tanpa harga diri. . . “
Dan benar
saja, Om Putu ini, menurut saya benar-benar pandai mendeskripsikan cerita dari
awal sampai akhir. Benar-benar detail. Ketika kalian membacanya, kalian juga
akan merasakan apa yang tahanan itu rasakan; gimana ia dibiarkan makan sehari
sekali, minum sekali, dipukul, dipaksa mengaku, difitnah, dan segala apapun “penguasa”
lakukan, bisa jadi kalian ikut menangis.
Di tiap
bagiannya menceritakan gimana awal mula si Mawa ini ditangkap, kemudian
dipenjara sampai ia bebas. Dimulai dari diintai, dicurigai, ditangkap lalu kemudian
dipaksa mengaku dengan ibu jari diinjak dengan kaki meja (saya yang keinjek
keponakan aja nyerinya setengah mati TT gimana kaki meja, duh Gusti), dan kisah
Mawa yang dipindahkan dari satu penjara ke penjara yang lain, dari blok satu ke
blok lain serta cerita di dalamnya. Dan Om Putu ini benar-benar membawa saya
menjadi ikut nyeri (Saya gak tau waktu itu orang-orang di kereta atau di
stasiun itu melihat saya gimana, karena pas baca penyiksaannya saya ikut
bongkok-bongkok wkwkw). Selain kalian yang baca disguhkan rasa nyeri, kalian
juga akan disuguhkan oleh “kisah cinta” Nio terhadap Mawa yang sangat setia,
yang tidak pernah pergi apapun kondisi Mawa, yang justru membangkitkan semnagat
Mawa untuk tetap hidup walau dalam tekanan. Kalian juga akan merasakan gimana
rasanya dikhianati (tapi ini rasanya beda ya dikhianati sama anuan, ehehehe). Ada
beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Mawa ini. Kita harus bisa
bangkit saat terjatuh, jangan ngikutin arus seakan-akan kita mati begini. Mawa
idtengah siksaannya ia masih mau banyak belajar (bahasa, kerajinan dan
lainnya), tidak memikirkan diri sendiri walau kekurangan (ini digambarkan
ketika Mawa mendaptkan kiriman dari Nio, Mawa selalu membagikan ke teman yang
lain disaat yang lain menjaga makanannya karena takut kelaparan), dan tetap
berbuat baik terhadap orang yang sudah mengkhianati (Mawa tetap baik ketika
Handi mecoba memfitnah dia da kawan-kawannya akan mengadakan sebuah organisasi
dan pesta).
Ceritanya
maju, jadi gak bikin pembaca bingung, gak bolak balik halaman untuk
menyambungkan cerita (ini menyebalkan sih, masa disuruh mengingat masa lalu
lagi). Kalaupun ada cerita tentang masa lalu, itu diceritakan di awal bagian
dan dijelaskan pemisahnya. Jadi kita, tahu oh ini ceritanya si ini,
penggalannya sampai sini, oh ini bagiannya ini, oh jadi si ini dulunya begitu.
Ya pokoknya gak bikin pembaca pusing. Oh iya, tapi ada sebagian cerita dari
kisah penjara yang membuat kita tertawa. Jadi gak sepenuhnya cerita ini tentang
penyiksaan, ya walaupun 80%nya iya ehehe.
BUT, ENDINGNYA
NGESELIN ALLAHU RABBI. Pas sudah sampai akhir, kalian akan cuma berkata “udah? Gini
doang? Akhirnya begini”. Gak nyangka bukunya sudah sampai halaman akhir sedih akutuh
Buku ini
membuka isi mata sejarah saya dari sisi yang beda. Sebuah sisi yang tak pernah
diungkapkan juga dalam buku sejarah sekolah. Buku ini membuat saya sempat
berpikir “kenapa yang ditanamkan kebencian kepada saya selama puluhan tahun
adalah “mereka”, kenapa tak sama-sama. Saya tidak mendukung, tidak juga
membenarkan, dan juga membenci “mereka” atas apa yang “mereka “lakukan waktu
itu. Mereka yang menyiska para tahanan juga jahat,
sama-sama gak punya hati, karena yang mereka tangkap tidak semua terlibat,
tidak semua tahu, dan yang hanya ikut-ikutan, tapi ikut merasakan siksa, makanan
tahanan diambil duluan, istri-istri diperkosa. Apa tidak berarti sama juga? Dan
yang menjadi saya berpikir saat ini, kenapa saya harus ditanamkan kebencian hanya dengan satu sisi saja?. Kenapa sejarah
itu hanya untuk pemenang (yak arena ditulis oleh pemenang wkwkw. WOY NUR AINI,
INI FIKTIF, JANGAN MIKIR MACAM-MACAM, BAPER AMAT AMA CERITA DOANG, :(. )
----------------------
“Nio, banyak
hal yang bisa mempertautkan dua hati. Tidak hanya kecantikan atau kekayaan. Ada
yang lebih dari itu”. “Apa itu, mas?”. “Engkau
semakin dekat padaku, justru saat aku sudah mulai kehilangan sebagian besar
dari apa yang pernah kumilik. . . aku merasa aman bersamamu (Ecieeeee, kalian
juga kepengen kan diginiin,wkwkwk).”
– Hal 58-59.
“Jadi, bukan
hanya ideologi yang membuat orang-orang berkelahi, kopi dan rokokpun di
kalangan seideologi sering menyudutkan percekcokkan.” – Hal 93.
“Para tahanan
saling berpandangan. Mawa merasa ngeri, walaupunotaknya berusaha menangkan
perasaan. Kriminal itukan manusia, pikirnya. Mereka menjadi criminal bukan
karena kemauannya. Mereka kelaparan, kecewa, dendam, kemiskinan atau salah
tangkap.” –Hal 149.
No comments:
Post a Comment