Thursday, April 9, 2015

Si Kopi dan Buku

Sudikah kiranya engkau menghabiskan malam ini melalui celoteh-celoteh pada tubuhku?" Sapa buku-buku pada setoples kopi yang berdiri tepat disampingnya.

"Malam ini terlalu dingin untuk kau bagikan sendiri, sayang. Marilah bermalam denganku. Kau boleh meraba tubuhku, lalu membacaku persatu kata. Kau bisa menikmati semuaku hingga kau merasa puas, asal kau tak sendiri lagi, sayang. Sebab malam terlalu egois membagi suasananya padamu, lalu aku rela berbagi kehangatan padamu."

Tak lama kemudian, si kopi pergi. Diantarkannya ia pada pilihan lain untuk membagj kedinginannya. Si buku tak diajak pergi.

"Maaf, sebab ia lebih membutuhkan kehangatanku dibandingku yang berada dalam toples itu. Bukankah aku diciptakan untuk seperti itu? Berbagi kehangatan dengan yang lain; asap-asap dari batang rokok, lelaki yang menghabiskan malamnya, lalu dengan celoteh dari mulut-mulut mereka. Aku berharap ada yang mengambilmu untuk ia bagikan kedinginanannya padamu, membasuh tubuhmu, lalu menjamahmu perkata-kata, lalu kita bisa berdampingan berdua." Ucap biji kopi yang telah menjadi secangkir minuman pada buku.

Tak lama kemudian, datanglah seorang perempuan. Sipit matanya tertutup oleh dua lensa yang menyanggah pada hidungnya. Hari belum terlalu malam, tapi dingin datang lebih dahulu.

"Mas, kok ada buku-buku". Tanya perempuan itu pada penjaga kafe.
"Iya, saya mau buka perpus. Ini baru sebagian. Selebihnya sedang pada proses." Jawab si penjaga pada perempuan yang bermata sipit itu.
"Aku pesen Mandailingnya ya, Mas. Sekalian ku pinjam Karl Marxnya ya". Pintanya.
"Iya ambil aja".

Perempuan itu memilih meja dekat tanaman-tanaman. Ia kemudian membaca buku yang dipilihnya. Tak lama kemudian, secangkir kopi datang dihadapannya.

"Syukurlah, kita bisa berdua kembali" ujar buku pada kopi. "Mari sama-sama memberi arti pada perempuan bermata sipit itu". Ujar si buku.

No comments:

Post a Comment