Friday, May 16, 2014

Jumatulis #9 Stoples, Ransel, Jembatan, Foto, Kayu


                                                    Stoples Itu Bernama Kita

Aku memandangi kembali foto yang ada ditanganku ini. Tak habis pikir dalam benakku bagaimana kita bisa bertemu kembali setelah belasan tahun kita terpisah. Kamu lihat bagaimana kamu dalam gambaran tersebut? Kamu ingat pada usia berapa kita mengabadikan momen seperti itu? Dan setelah perpisahan waktu itu, setelah jarak yang menjadi penghalang kita bertemu, setelah ruang yang menjadi hambatan untuk menghabiskan waktu bermain kita, hari ini, rinduku, rindumu, rindu kita telah sempurna melebur, telah lunas, hutang telah terbayar.

Aku masih memandangi kamu dari kejauhan, dan gayamu sekarang persis seperti apa yang kamu cita-citakan sejak kecil, seperti anak gunung. Tas ransel dan sandal khas gunung yang kau kenakan itulah yang menceritakan padaku seperti apa gayamu sekarang.  

Aku masih memandangimu dari kejauhan, memandangi kamu dan teman kecil kita yang lain melepas rindu di ujung jembatan kayu di taman ini, jembatan yang sudah runtuh kekuatannya karena lapuk dimakan usia. Ya bagaimana tidak lapuk, usianya saja bahkan belasan tahun lebih tua dari kita, dan jembatan itu tak pernah kami rawat lagi sejak kamu pergi meninggalkan kami.

“Woy Lia sini lu, ngapain diri sendiri disitu”. Aku tertawa kecil saat ku mendengar teriakanmu itu, rupanya julukan “Si Kompor Meleduk” enggan berpindah darimu. Lalu kau mengulanginya sekali lagi, sambil memamerkan stoples bening berisikan kertas origami, yang aku dan teman lain berikan saat kamu pindah ke kota yang jauh. Ah, aku tak menyangka kamu masih menyimpan dengan baik stoples yang tujuh belas tahun lalu itu, kita beri nama  “Kita”

No comments:

Post a Comment