Ku
sambut pagiku dengan keadaan tubuh yang tergesa-gesa
Hari
ini, aku telat terjaga dari bunga tidurku
Ah,
ternyata rintik air yang turun membuat keadaan lebih menyenangkan
berada di tempat pembaringan daripada menjalani rutinitas biasa
Langit
masih kelabu saat ku beranjakan kakiku melangkah keluar
Udara
dingin masuk hingga ke tulang
Hay
Jakarta, pagi ini kembali aku ke kotamu
Kota
yang besar
Kota
yang selalu riuh dengan robot-robot yang berjalan
Robot
yang membuat kotamu terasa sempit
Hari
ini, aku belajar lagi sebuah rasa syukur dari seorang laki paruh baya
di kotamu
Lelaki
yang selalu membawa teman setianya
Sapu
lidi dan pula pengkinya
Matahari
masih saja enggan memunculkan dirinya
Pagi
ini, langit masih saja kelabu
Masih
dalam keadaan rindu akan sinarnya
Tapi
dibalik kelabunya, tak menyurutkan semangat si lelaki paruh baya
Lelaki
yang menyapaku dengan senyumnya
Pagi
masih kelabu, masih setia dengan rinai hujan yang membasahi kotaku
Tapi
aku seperti melihat matahari
Sebab
semangatmu, sebab senyummu, juga pakaian yang kau kenakan
Menjadikan
sebuah titik yang mewarnai pagi ini
Aku
malu pada keterangan ku sendiri
Malu
karena aku masih saja menangisi pekerjaanku
Menangisi
selamanya perjalananku
Hay
lelaki paruh baya, kamu tau pagi ini dalam keadaan rinai hujan
Namun
kamu masih saja setia dengan kedua temanmu, sapu lidi dan pengkinya
Masih
dalam keadaan senyum, kamu menyapaku
Masih
dalam keadaan senyum pula kamu membuat kotaku pagi ini lebih indah
Daun-daun
yang gugur dan sampah-sampah pun kamu singkirikan
Hay,
lelaki paru baya, hari ini kembali aku belajar bersyukur
Berterimakasih
pada Tuhanku, yang memberikan aku seuntai nyawa untuk menikmati pagi,
menikmati rintik hujan, juga menikmati senyummu
Hay lelaki paruh baya, terimakasih karena telah mengajarkanku arti bersyukur ^^
Jakarta,
26 Februari 2014
No comments:
Post a Comment