Thursday, February 27, 2014

Day 2 "My Favourite Number"

Assalammualaikum, selamat pagi anak-anak, sudah siap menaiki satu tangga lagi hari ini?”
Waalaikumsalam, pagi Bu, siap bu, kami siap menaiki satu tangga lagi.”
Kebiasaan sepertilah yang dilakukan Bu Ratih sebelum kelas dimulai. Bu Ratih, seorang relawan pengajar SMP di sebuah pedalaman Banten. Sekolah darurat yang hanya beratap terpal dengan dinding panasnya cuaca.
Sudah siap dengerin nilai ulangan Bahasa Indonesia kalian kemarin?.”
Siap Bu”. Jawab serentak anak-anak sekelas.
Oke, yang Ibu panggil namanya, silahkan maju kedepan, seperti biasa Ibu akan panggil tiga orang pertama dengan nilai yang paling tinggi di kelas ini secara berurut, setuju?”
Setuju, Bu”.
Hayo, kalian bisa tebak gak siapa sih tiga orang pertama yang beruntung kali ini, ada yang tau?”
Pasti Dita ya Bu? Dia kan selalu dapet nilai paling tinggi, dan pasti nilainya selalu sembilan”. Jawab Budi, salah seorang murid Bu Ratih.
Rika, Rita, Waldi silahkan kalian maju kedepan dan ambil nilai ujian kalian.”
Loh, Dita tak dipanggi Bu?”. Tanya Rudi yang heran karena untuk pertama kalinya Dita tidak juara dalam ulangan.
Untuk kali ini Dita belum jadi yang pertama, mungkin lain kali ya Dit.” Jawab Bu Ratih, sambil membagikan nilai ulangan yang lainnya.
Iya Bu.” Dita hanya mengangguki pertanyaan dari guru yang sangat dia cintai.
Okeh, nilai ulangan telah dibagikan. Sekarang waktunya kita belajar, tapi karena ini pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu mau menceritakan sesuatu, tapi setelah itu kalian harus bikin cerita. Nantinya ibu akan berikan kalian waktu lima sampai sepuluh menit untuk cari inspirasi diluar kelas. Setalah kalian menemukan apa yang mau kalian ceritakan, kita akan berkumpul di pohon rindang disebelah ruangan ini, dan kalian wajib bercerita. Okeh?”
Siap Bu.” Jawab anak-anak serempak.
Dita, nanti setelah pulang sekolah ibu mau bicara denganmu ya, kita duduk-duduk cantik saja dibawah pohon.”
Baik Bu”.
Jam pulang sekolah pun tiba, Ditapun langsung pergi ke tempat yang sudah dijanjikan dengan Bu Ratih. Dita adalah salah satu dari delapan belas siswa yang sekolah di SMP darurat itu. Jika dilihat dari umurnya, seharusnya Dita dan teman-temannya sudah masuk ke sekolah menengah. Namun, desa tempat Dita tinggal adalah desa terpencil yang jauh dari kota, sehingga fasilitas pendidikannya sangatlah minim. Dita adalah murid yang paling cerdas dikelasnya. Daya tangkap terhadap materi yang diberikan sangatlah cepat. Selain itu, ia pun sangat aktif bertanya jika ada sesuatu hal yang baru yang ia temukan. Dita, gadis kelahiran sembilan september lima belas tahun silam adalah seorang yang sangat menyukai angka sembilan. Baginya sembilan adalah angka yang sempurna. Suatu ketika, Bu Ratih pernah bertanya pada Dita, kenapa ia sangat suka sekali dengan angka sembilan, bahkan hampir semua nilai ulangannya sembilan, dan ia tak pernah mau menyempurnakan nilanya hingga sepuluh. Hanya satu alasannya yaitu, Allah sangat menyukai angka yang ganjil, dan Allah memiliki 99 nama yang baik dan ia dilahirkan di tanggal sembilan bulan september di tahun 1999.
Hay Dit, sudah lama nunggu ibu?”. Tanya Bu Ratih setibanya di bawah pohon rindang itu.
Tidak kok Bu, Oh iya ibu ada apa ya manggil saya kesini?”
Ada apa dengan nomor favoritmu, Dit? Ujianmu kali ini hanya dapat enam.”
Oh itu, aku udah tau pasti ibu mau menanyakan hal itu, aku gak bisa konsentrasi waktu ujian kemarin bu, ayahku sudah tiga hari tidak pulang dari melaut, aku khawatir. Adik-adikku tak ada yang menjaga sedangkan ibu sedang dalam keadaan sakit. “
Lalu, sudah ada kabar dari ayahmu sekarang?”.
Belum bu, sudah dua minggu aku tak mendengar kabarnya lagi.”


 

No comments:

Post a Comment