Friday, February 19, 2016

Ketika Setiap Perjalanan Punya Ceritanya Sendiri


Setiap perjalanan punya kisahnya masing-masing. Pun begitu dengan jalan ini. Ayah, kau ingat?? Betapa dulu engkau sering sekali mengajakku melewati jalan ini dan semakin sering ketika engkau tahu bahwa aku semakin mencintainya. Sebuah jalan di perkampungan wilayah selatan bagian kota kita.

Sebuah perkampungan yang sangat aku sukai kesejukkannya, kesejukkan di tengah-tengah kota kita yang sibuk dengan gedung-gedung tinggi dan pusat perbelanjaan. Sebuah jalan yang beralaskan batako yang dikawinkan dengan sawah atau mungkin kebun yang cukup luas disebelah kanannya dan sebuah kali yang bersih untuk ukuran kota yang kotor ini disebelah kirinya. Jalan yang jika kita telusuri, akan kita temui jalan yang sedikit menanjak, lalu akan kita temui semak-semak yang membagi jalan ini menjadi cabang, sebelah kanan dan sebelah kiri. Ayah, tentu mungkin engkau masih penasaran sama sepertiku, jika selepas jalan lurus yang kuceritakan tadi kita berbelok ke kiri, kemanakah jalan itu akan membawa kita? Kita tak pernah mencobanya, "Yah, itu ke jurang kali ya" itu selalu tanyaku dan selalu kau jawab dengan "ke kali kayaknya", tapi kita tak pernah mencari tahu jawabannya.

Ayah, engkaulah yang paling pandai diantara kami dalam menemukan jalan tikus. Entah bagaimana caranya kau bisa menemukannya. Aku jadi teringat berapa banyak jalan tikus yang menembuskan kita dari Serpong menuju Bogor. Dan kau selalu menampilkannya dalam bentuk yang sangat cantik, aku suka dan selalu suka bahkan aku mencintainya.

Ayah, aku ingin bercerita lagi tentang jalan ini. Hari ini aku kembali melewatinya setelah sekian banyak tolakan untuk lewat jalan ini karena malam telah sampai duluan. Ayah, hari ini hujan turun menodai senjaku yang jingga. Senjaku jadi abu-abu. Ayah, kau juga paling tahu, putrimu adalah orang yang paling norak ketika melihat senja, selalu saja ribut untuk menyimpannya dalam bentuk foto. Dan disetiap jalan ini ketika kita temui senja sedang cantik-cantiknya, kau sengaja berhenti dan menyuruhku memotonya. Duh ayah, betapa aku rindu hal itu.

Yah, hari ini hujan turun dengan deras dan berama-ramai. Aku terpaksa berhenti menghindari hujan bersama seorang teman di sebuah warung kecil dekat pesantren yang sering kau ceritakan. Ayah, aku berharap untuk dapat menemui kembali sejuk yang kucintai. Hari ini kutemui itu, tapi tak sesejuk dulu saat kita sering-seringnya berkencan. Ayah, kau ingat tentang pembangunan dua buah kandang ayam ditengah-tengah sawah ini??? Dua buah kandang itu sudah jadi sekarang, dibawahnya berisi kolam. Pikirku, mungkin sejuknya sedikit dicuri oleh bau kandang yang mengelilingi hidungku.

Tapi ayah tak perlu khawatir, biar bau sejuknya tak seperti dulu, aku tetap mencintai jalan kenangan kita ini. Sebab dengan begitu, aku memiliki alasan untuk rindu dengan sangat kepada engkau.

Ayah, ketika disetiap banyak perjalanan yang kita lewati memiliki kisahnya masing-masing, maka dengan begitu akan banyak pula kenangan-kenangan yang kubuka sebagai pengingat bahwa ada lelaki yang setia mengajakku kencan dengan sepeda motornya dikapanpun waktu yang aku butuhkan. Dan disetiap perjalanan yang kau buat selalu berakhir aku yang mencintainya dan ingin kembali lagi untuk mengenangnya.

2 comments: